Showing posts with label hijau. Show all posts
Showing posts with label hijau. Show all posts

Friday, May 28, 2010

Lingkungan Itu Buta




Lingkungan Itu Buta

Lingkungan itu buta. Lingkungan tidak pernah memandang siapa yang merusak dan merawatnya. Lingkungan memberi respon yang sama kepada seluruh penghuni Bumi, tak peduli seberapa baik atau buruknya orang itu pada lingkungan. Kalimat ini disampaikan guru PLH saya ketika sedang mengajar tentang pengelolaan SDA dan ekoefisiensi.

Akhir-akhir ini, alam menunjukkan murkanya karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Bulan Maret lalu, banjir setinggi 2 meter merendam ratusan rumah penduduk di Bandung Selatan dan menelan kerugian puluhan miliar rupiah. Hal ini seakan menjadi respon alam akibat kebiasaan kita yang tidak baik. Membuang sampah sembarangan, menebang pohon untuk kepentingan pribadi, menutup daerah resapan air, dan masih banyak kebiasaan buruk lainnya yang menghambat siklus air di muka Bumi.

Tak heran ketika musim penghujan datang, air menggenangi rumah-rumah penduduk karena tersumbatnya saluran pembuangan air. Sebaliknya, ketika musim kemarau datang, pasokan air di wilayah tertentu menjadi sangat minim karena kurangnya daerah resapan air. Apalagi dengan adanya fenomena pemanasan global (global warming), musim penghujan dan musim kemarau di Indonesia tidak dapat lagi diprediksi. Warga yang tinggal di dataran rendah tentu was-was dengan perubahan cuaca yang tidak menentu.

Kasus lainnya adalah alih fungsi hutan dan maraknya penebangan liar (illegal logging) yang tidak ditindak tegas. Jutaan hektare hutan alam di seluruh Indonesia saat ini mengalami degradasi parah. Hal ini sempat mengundang kritikan aktivis lingkungan dunia karena Indonesia lalai dalam menjaga kelestarian hutan. Terlebih hutan Indonesia adalah salah satu paru-paru dunia yang menyumbang gas oksigen (O2) terbesar bagi masyarakat dunia.

Belum lagi adanya pembalakan dan usaha penambangan liar di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang merusak daerah aliran sungai (DAS). Di Kabupaten Musi Rawas, misalnya. Akibat adanya penambangan batu bara yang tidak berwawasan lingkungan, akhirnya menghasilkan lubang menganga di tanah seluas 1000 ha. Di Bangka Belitung, penambangan timah menghasilkan 887 lubang tambang yang dibiarkan begitu saja. Daerah bekas penambangan ini sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk apapun. Hal ini diperparah dengan adanya industri tambang yang membuang langsung limbahnya ke laut tanpa proses pengolahan. Akibatnya, ekosistem yang ada di laut terancam punah karena limbah beracun.

Kerusakan lainnya juga dapat dilihat dari terumbu karang yang ada di Indonesia. Dari 18% terumbu karang dunia yang dimiliki dunia di Indonesia, hanya 6% yang tergolong bagus. Selebihnya, 30% sudah dalam keadaan kritis. Kerusakan ini diakibatkan faktor iklim, pencemaran, penambangan, sedimentasi, penyelaman, dan beberapa aktivitas perikanan. Aktivitas manusia yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan menjadi penyumbang kerusakan terumbu karang terbesar di Indonesia.

Di pihak lain, banyak pihak berlomba-lomba mengadakan aksi penyelamatan lingkungan.
Berbagai simpatisan dari komunitas lingkungan hidup mengadakan berbagai acara, seperti tanam 1000 pohon, bersepeda santai, hingga memberikan penyuluhan tentang pentingnya lingkungan hidup. Jujur saya tertarik dengan adanya Earth Hour yang dilaksanakan pada 27 Maret 2010 di 88 negara secara serempak. Mereka berkomitmen untuk mematikan lampu selama 1 jam untuk menghemat energi dan pasokan listrik dunia.

Di Indonesia sendiri, aksi ini melibatkan ratusan ribu simpatisan yang mengkampanyekan Earth Hour. Hasilnya, negara berhasil menghemat energi listrik senilai ratusan juta rupiah. Saya juga salut dengan penetapan Car Free Day secara rutin sejak 9 Mei 2010 di kawasan Dago. Selain mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor, juga memberi kesempatan bagi pejalan kaki untuk menghirup udara segar selama 3 jam mulai 06.00–09.00 WIB.

Berbagai tips untuk menyelamatkan Bumi pun diberikan, seperti pengolahan sampah organik dan anorganik, pemakaian kertas bolak balik, hingga aksi 3R (reuse, reduce, recycle). Saya sangat mengapresiasi pihak-pihak yang kreatif dalam memberikan solusi alternatif yang mudah dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan hidup. Mereka dapat menjadi inspirator bagi orang lain untuk memulai gaya hidup hijau.

Sayangnya semua upaya ini tidak berarti apapun jika tidak didukung dari semua elemen yang hidup di permukaan Bumi. Menyelamatkan Bumi bukanlah aksi sepihak dari satu kalangan tertentu, sementara di sisi lain masih ada pihak yang merusak lingkungan. Menyelamatkan Bumi adalah tanggung jawab kita bersama tak terkecuali siapapun. Lingkungan akan memberi respon yang sama, baik pada si penyelamat maupun pada si perusak lingkungan. Maka sudah sepatutnya kita bersatu padu untuk memulai aksi menyelamatkan Bumi sejak dini.

Perlunya kerja sama yang baik antar elemen kehidupan di Bumi sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Tanamkan dalam diri kita masing-masing bahwa Bumi adalah tempat tinggal kita. Sebagai tuan rumah yang baik, kita harus menjaga dan memberi perlakuan yang baik pada Bumi. Saya yakin ketika semua orang ambil bagian dalam aksi penyelamatan lingkungan ini, Bumi akan merespon baik terhadap upaya kita. Berbagai bencana dan wabah penyakit dapat diminimalisir sebagai rasa terima kasih Bumi pada kita.

Lingkungan akan berlaku adil, tergantung dari perlakuan kita padanya. Maka, sudahkah Anda berbuat baik untuk lingkungan di sekitar Anda?

Tuesday, April 6, 2010

Jadi Pahlawan Hijau

Nokia Green Ambassador

Jadi Pahlawan Hijau
Oleh. Daniel Hermawan

Tidak dapat dipungkiri jika lingkungan hidup kita saat ini sudah rusak. Dampak pemanasan global yang semakin kita rasakan akhir-akhir ini merupakan bukti nyata bahwa Bumi sudah mengalami kerusakan. Keadaan ini tentu tidak terlepas dari ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Ada yang membuang sampah sembarangan, menebang pohon tanpa reboisasi, dan berbagai tindakan lainnya yang dapat mengganggu alam. Akibatnya, alam membalas perbuatan manusia.

Lingkungan adalah tempat di mana kita tinggal, hidup, tumbuh, belajar, hingga akhirnya meninggal. Sebagai habitat hidup kita, tentu lingkungan harus terjaga dengan baik. Sebenarnya banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjadi Duta Lingkungan. Tidak harus tampil di layar kaca ataupun membuat gerakan lingkungan hidup. Cukup dengan tangan dan kaki yang mau melangkah, kita dapat menjadi Pahlawan Hijau bagi diri kita sendiri maupun orang lain.

Apa saja yang dapat kita lakukan untuk membuat lingkungan kembali berseri? Jujur saya telah menerapkan prinsip 4R (Reuse, Refill, Recycle, Reduce) dalam kehidupan sehari-hari. “Mulailah dari hal yang kecil terlebih dahulu.” Itulah prinsip yang saya pegang hingga saat ini. Memang saya bukanlah pegiat lingkungan yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk merawat lingkungan, namun saya bisa memberi Bumi nafas baru dari kebiasaan saya sehari-hari.

Saya punya beberapa tips untuk Kompasianer yang mau berbuat baik bagi lingkungan. Hal-hal yang saya sebutkan di bawah ini dapat kita lakukan kapan saja, di mana saja, dan siapa saja asalkan kita peka terhadap lingkungan.

1. Pahlawan Sedotan
Pernahkah Anda melihat sedotan yang hanya dipakai 1 kali, kemudian dibuang begitu saja ke tempat sampah? Biasanya fenomena ini kita temukan di coffee shop dan cafe-cafe di mal. Betapa tidak efektif dan efisien penggunaan sedotan dalam kehidupan kita. Kita dapat melakukan perubahan dengan “TIDAK” memakai sedotan ketika memesan minuman. Apakah tanpa sedotan kita tidak bisa minum sama sekali? Tentu tidak, bukan? Kita bisa saja minum tanpa sedotan, meskipun terlihat tidak gaya. Dengan mengurangi penggunaan sedotan, kita sudah mengurangi ribuan ton sampah sedotan setiap tahunnya. Kita juga sudah menghemat bahan baku sedotan yang berasal dari minyak bumi.

2. Pahlawan Tusuk Gigi
Pernahkah kita melihat tusuk gigi yang kita gunakan setelah makan di restoran hanya dipakai 1 kali dan selanjutnya menjadi penghuni tempat sampah? Jujur saya prihatin dengan pemakaian tusuk gigi ini. Memang jika ada sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi kita akan sangat menganggu aktivitas kita. Namun sadarkan kita jika ada jutaan pohon yang harus ditebang untuk dijadikan tusuk gigi. Sebenarnya kita bisa mengganti tusuk gigi dengan benang untuk membersihkan gigi. Dengan “TIDAK” menggunakan tusuk gigi, kita sudah menyelamatkan nyawa pohon-pohon yang ada di Indonesia.

3. Pahlawan Tisu
Setiap kali saya makan di warung makan, saya selalu melihat gumpalan tisu bekas menggunung di piring orang-orang yang selesai makan. Saya kadang jengkel melihat fenomena ini. Sudah ada wastafel untuk mencuci tangan dan lapnya, kok masih hambur tisu? Itulah yang muncul dalam benak saya. Mereka tak sadar kalau tisu dibuat dari serat pohon. Kita sebenarnya bisa membawa sapu tangan dari rumah asalkan kita mau untuk menggantikan fungsi tisu. Dengan “TIDAK” menggunakan tisu untuk hal-hal kecil, kita sebenarnya sudah mengurangi penebangan pohon di Indonesia.

Sebenarnya bukan tidak bisa yang kita alami dalam menyelamatkan lingkungan. Kita bisa asalkan kita mau. Banyak hal kecil di sekitar kita yang layak mendapat perhatian dan tindakan kita. Kita dapat menyiram pohon yang kering di sekitar kita dengan air sebagai balas jasa kita terhadap lingkungan yang sudah menyediakan oksigen untuk kita hirup. Saya yakin jika kita bisa membalas budi pada lingkungan, lingkungan akan memberi kita alam yang nyaman untuk kita tempati. Maukah kita menjadi Pahlawan Hijau dari sekarang?

Silahkan tuliskan respon Anda untuk memulai perubahan di bawah tulisan ini.

~ oOo ~

Sunday, March 7, 2010

Bike To Campus : Green Lifestyle

Lomba Nokia Green Ambassador

Bike To Campus : Green Lifestyle
By. Daniel Hermawan

Sosoknya mungkin tidak ditemukan di layar kaca ataupun media massa. Namun ia selalu berprinsip, “Orang akan melihat apa yang kita lakukan, bukan apa yang kita katakan.”. Prinsip inilah yang menjadikannya seorang pesepeda sejati. Sejak duduk di bangku SMP, hingga kuliah di salah satu universitas ternama Indonesia di Bandung, ia selalu setia mengendarai sepedanya. Ialah Fendy Hermawan, seorang mahasiswa yang ingin menginspirasi orang lain untuk menggunakan sepeda lewat aktivitas bersepedanya.

Rasa kagum saya tidak berhenti sampai di sana. Fendy juga ternyata seorang pesepeda sejati. Di tengah musim hujan yang melanda Kota Bandung, Fendy tetap menggunakan sepedanya. Di antara banyaknya alat transportasi yang ada, ia memilih kendaraan yang ramah lingkungan. Berbeda dengan remaja seusianya yang memilih menggunakan motor ataupun mobil ke kampus dengan motivasi tertentu, bisa karena kebutuhan ataupun karena gengsi semata. Ia tetap mengayuh sepedanya di tengah era modern ini.
“Sepeda bisa mengurangi emisi gas karbon dioksida. Saya tidak mau menjadi orang munafik yang mengikrarkan gerakan peduli lingkungan tanpa dipraktekkan. Ini adalah wujud nyata komitmen saya dalam gerakan ini.” Demikian pernyataan Fendy ketika ditanyai seputar alasan menggunakan sepeda ke kampus. Ia juga mengatakan dengan mengendarai sepeda ke sekolah maupun tempat kerja, juga menjadi media untuk menyebarkan gerakan peduli lingkungan.

Di samping itu, bersepeda juga memiliki keuntungan tersendiri bagi diri kita. “Bersepeda adalah olahraga yang sehat dan murah. Tubuh kita akan dilatih untuk membakar kalor dan lemak berlebih. Berbeda dengan motor yang serba otomatis, sepeda melatih kekuatan kaki kita untuk mengayuh sepeda.” tambah Fendy ketika ditanya keuntungan bersepeda.

Fendy juga bercerita tentang pengalaman menariknya selama bersepeda. “Dengan bersepeda, saya bisa menjelajahi gang-gang kecil, bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, dan tentunya menghemat uang jajan karena tidak usah membeli bensin. Modalnya cuma satu : Tekad. Tanpa tekad yang kuat, kebiasaan bersepeda yang kita lakukan akan terasa membosankan dan hambar.”

Lewat kisah Fendy di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa melestarikan lingkungan dan menyebarkan gerakan peduli lingkungan tidak harus selalu diidentikkan dengan aktivitas menanam pohon ataupun kegiatan yang berbau kehijau-hijauan. Cukup dengan menanamkan kebiasaan sederhana yang berdampak bagi lingkungan sebenarnya kita dapat membantu melestarikan lingkungan secara tidak langsung.

“Mulailah dari diri sendiri dan jadilah diri kamu sendiri.” demikian nasihat Fendy bagi para pecinta lingkungan yang ingin bersepeda. Kita tidak perlu menuntut orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan kita. Orang lain akan meneladani apa yang kita lakukan, jika kita melakukannya untuk kebaikan dengan niat dan kesungguhan hati. Sama seperti teladan yang diberikan Fendy, sebenarnya gaya hidup hijau dapat dimulai dari kegiatan yang dianggap sepele dan useless, tapi berdampak bagi lingkungan.
Kita bisa membuang sampah pada tempatnya, memakai produk yang dapat didaur ulang, memakai produk yang bisa dipakai berulang kali, membawa bekal dari rumah, dan sederet aktivitas kecil lain yang bisa mengubah Bumi menjadi hijau. Tidak perlu jauh-jauh untuk bermimpi menghilangkan dampak global warming. Setiap hal besar dimulai dari hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Dengan melakukan hal yang kecil, tentu kita bisa mengerjakan hal-hal yang besar dengan baik dan bertanggung jawab.

Banyak aktivis lingkungan di layar kaca mengikrarkan cara untuk melestarikan lingkungan. Saya rasa kita tidak perlu menjadi seperti mereka untuk menyebarkan gerakan peduli lingkungan ini. Just do it! Itulah kunci yang harus kita lakukan dari diri kita sendiri. Orang biasa seperti kita juga bisa berbuat sesuatu untuk Bumi, tidak hanya mereka yang menjadi sorotan publik.

Banyak orang sudah menyatakan kesediaannya untuk bergabung dalam gerakan peduli lingkungan. Sekarang tugas kita adalah memilih. Memilih untuk terlibat dalam aksi pelestarian lingkungan ataukah menjadi penonton yang tidak mau terlibat dalam proses penyelamatan Bumi. Keputusan ada dalam diri kita masing-masing. Lingkungan hidup yang kita tinggali adalah tanggung jawab kita bersama. Mari kita ikuti jejak Fendy dalam kayuhan sepedanya!

~ oOo ~