Tuesday, March 8, 2011

Outsourcing Tidak Sama Dengan Kerja Waktu Tertentu

Senin, Januari 08, 2007

Outsourcing Tidak Sama Dengan Kerja Waktu Tertentu

Outsourcing dalam dunia tenaga kerja di Indonesia adalah suatu istilah yang merujuk pada suatu kegiatan usaha memborongkan satu atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain.
Dalam Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku (UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan), pengertian outsourcing tidak diatur namun demikan pratek outsourcing bisa diketemukan dalam pengertian pasal-pasal sebagai berikut :
1. Pasal 64 :
  • Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
2. Pasal 65 :
  • (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
  • (2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmemenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
  • (3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
  • (4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • (5) Perubahan dan/atau penambahan syarat -syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjutdengan Keputusan Menteri.
  • (6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.
  • (7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
  • (8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
  • (9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
3. Pasal 66 :
  • (1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
  • (2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalahperjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani olehkedua belah pihak;
c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat -syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjaditanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasalsebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
  • (3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  • (4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Berdasarkan maksud dari ketiga pasal di atas maka pengertian "Outsourcing" adalah, "pemborangan suatu pekerjaan penunjang yang terpisah dari kegiatan utama suatu perusahaan berdasarkan perjanjian tertulis kepada perusahaan lain". Berdasarkan pemahaman tersebutlah maka kita dapat memahami bahwasanya Outsourcing berbeda dengan pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Dengan kata lain, karyawan outsourcing tidak mempunyai hubungan hukum dengan perusahaan pengguna karyawan outsourcing.

No comments:

Post a Comment